Kamis, 14 November 2013

Unsur manusia (DUALITAS)



Regweda VIII.71.11 menjelaskan
Tuhan Yang Maha Esa memanggil khusuk para dewata. Dia adalah sumber kebahagiaan yang menghuni hati semua manusia. Dia adalah abadi. Dia berdiam di dalam diri manusia dengan dua bentuk, satu sebagai Tuhan dan dua sebagai jiwa perseorangan (Atma).

Regweda I.164.20
Ada dua ekor burung (yaitu jiwa Individual dan Jiwa Agung) yang dipersatukan dengan ikatan persahabatan, bertempat tinggal di atas pohon yang sama (yaitu dunia material). Salah satu dari mereka (Yaitu Jiwa Indiviadual) menikmati buah matang yang manis (yaitu hasil-hasil / akibat-akibat perbuatannya), sedangkan yang lainnya (yaitu Jiwa yang Agung) menyaksikan segalanya tanpa menikmati buah-buahnya (yaitu tak terpengaruh oleh hasil dari perbuatan itu).


Dua burung yang indah dalam ayat weda di atas diterjemahkan dengan symbol 2 anak kembar yaitu Nakula dan Sahadewa oleh Bhagawan Wyasa, yang mengandung makna Na-kaula dan Sa-dewa (gusti) yang berdiam di dalam setiap diri manusia. Sebagai gusti dimaksudkan disini adalah bagianNya yang berupa ROH atau Saksi Agung yang tidak terpengaruh oleh karma (NETRAL).
Sebagai kaula (atma) adalah jiwa pribadi (pikiran/intelek) yang sangat dipengaruhi oleh panca indria. Keduanya berasal dari satu sumber yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan mempunyai sifat kontradiksi (saling berlawanan dan sama saktinya)

Bila diibaratkan dengan sebuah kereta, maka badan kasar ini adalah keretanya, Atma adalah pikiran yang sangat dipengaruhi oleh lima kuda (panca indria) sebagai penggerak, sedangkan ATMAN (ROH) sebagai kusirnya yang mengarahkan jalannya kereta untuk mencapai tujuan, karena yang satu ini sangatlah liar dan susah diatur. Dikatakan susah karena pikiran sangat mudah dipengaruhi dan diselimuti gemerlapnya duniawi.



Badan yang diibaratkan sebagai kereta, harus dipelihara dengan sebaik-baiknya, agar semua komponen dengan fungsinya masing-masing dapat bergerak tanpa kendala, sehingga kita berhasil dalam mencapai tujuan. Sedangkan Saksi yang Agung (Brahman dalam diri) sangat tergantung dari tingkatan spiritual manusia itu sendiri, sejauh mana dia sanggup memahami keberadaan dari dirinya sendiri.
Mempelajari hakekat Tuhan sangatlah sulit bagi orang-orang yang hati dan pikirannya masih diselimuti oleh awidya (kegelapan), akan tetapi sebaiknya bagi orang2 yang sudah dibukakan jalan oleh Tuhan akan selalu mendapat petunjuk serta tuntunanNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar